Rumah yg mewah, uang yg berlebihan dan fasilitas hidup yg
lebih dari cukup ternyata bukan kunci kebahagiaan utk seorang wanita. Apalagi
utk seorang wanita yg muda, cantik dan penuh vitalitas hidup seperti Yuli. Sdh
satu bulan ini ia ditinggal suaminya bertugas ke luar kota. Padahal mereka
belum lagi 6 bulan menikah. Pasti semakin mengesalkan juga, utk Yuli, kalau
tugas dinas luar kota diperpanjang di luar rencana.
Cerita Sex Pembantu Jadi Pemuas Nafsu
Cerita sex terbaru, Seperti malam itu, ketika Gunawan, suami
Yuli, menelepon utk menjelaskan bahwa ia tdk jadi pulang besok karena tugasnya
diperpanjang 2 – 3 minggu lagi. Yuli keras mem-protes, tp menurut suaminya mau
tdk mau ia harus menjalankan tugas. Waktu Yuli coba utk merayunya, supaya bisa
datang utk ‘week-end’ saja, Gunawan menolak. Katanya repot jauh-jauh datang
hanya utk sekedar ‘indehoy.’ Dgn hati panas Yuli bertanya:
“Lho mas, apa kamu nggak punya kebutuhan sebagai laki-laki?”
Mungkin karena suasana pembicaraan dari tadi sdh agak tegang seenaknya Gunawan
menjawab, …
“Yah namanya laki-laki, di mana aja kan bisa dapet.”
“Yah namanya laki-laki, di mana aja kan bisa dapet.”
Cerita dewasa terbaru, Dlm keadaan marah, tersinggung,
bercampur gemas karena birahi, Yuli membanting gagang telepon. Ia merasa
sesuatu yg ‘nakal’ harus ia lakukan sebagai balas dendam kepada pasangan hidup
yg sdh demikian melecehkannya. Kembali ia teringat kepada pembicaraannya dgn
Yanti beberapa hari yg lalu, kala ia tanyakan bagaimana pembantu wanitanya itu
menyalurkan hasrat sex-nya.
Waktu itu ia bercanda mengganggu janda muda yg sedang
mencuci piring di dapur itu.
“Yanti, kamu rayu aja si Iman. Kan lumayan dapet daun muda.”
Yanti tersenyum malu-malu. Katanya,
“Ah ibu bisa aja … Tp mana dia mau lagi.” Lalu sambil menengok ke kanan ke kiri, seolah-lah takut kalau ada yg mendengar Yanti mengatakan sesuatu yg membuat darah Yuli agak berdesir.
“Bu, si Iman itu orangnya lumayan lho. Apalagi kalau ngeliat dia telanjang nggak pakai baju.” Pura-pura kaget Yuli bertanya dgn nada heran:
“Ah ibu bisa aja … Tp mana dia mau lagi.” Lalu sambil menengok ke kanan ke kiri, seolah-lah takut kalau ada yg mendengar Yanti mengatakan sesuatu yg membuat darah Yuli agak berdesir.
“Bu, si Iman itu orangnya lumayan lho. Apalagi kalau ngeliat dia telanjang nggak pakai baju.” Pura-pura kaget Yuli bertanya dgn nada heran:
“Kok kamu tau sih?” Tersipu-sipu Yanti menjelaskan.
“Waktu itu malam-malam Yanti pernah ke kamarnya mau pinjem balsem. Diketuk-ketuk kok pintunya nggak dibuka. Pas Yanti buka dia udah nyenyak tidur. Baru Yanti tau kalau tidur itu dia nggak pakai apa-apa.” Tersenyum Yuli menanyakan lebih lanjut.
“Jadi kamu liat punyaannya segala dong?” Kata Yanti bersemangat,
“Waktu itu malam-malam Yanti pernah ke kamarnya mau pinjem balsem. Diketuk-ketuk kok pintunya nggak dibuka. Pas Yanti buka dia udah nyenyak tidur. Baru Yanti tau kalau tidur itu dia nggak pakai apa-apa.” Tersenyum Yuli menanyakan lebih lanjut.
“Jadi kamu liat punyaannya segala dong?” Kata Yanti bersemangat,
“Iya bu, aduh duh besarnya. Jadi kangen mantan suami.
Biarpun punyanya nggak sebesar itu.” Setengah kurang percaya Yuli bertanya,
“Iman? Si Iman anak kecil itu?”
“Iya bu!” Yanti menegaskan.
“Iman? Si Iman anak kecil itu?”
“Iya bu!” Yanti menegaskan.
“Iya Iman si Pariman itu. Kan nggak ada yg lainnya tho bu.”
Lalu dgn nada bercanda Yuli bertanya mengganggu,
“Terus si Iman kamu tomplok ya?” Sambil melengos pergi Yanti menjawab,
“Ya nggak dong bu, ” kata Yanti sambil buru-buru pergi.
“Ya nggak dong bu, ” kata Yanti sambil buru-buru pergi.
Cerita mesum terbaru, Dlm keadaan hati yg panas dan tersinggung
jalan pikiran Yuli menjadi lain. Ia yg biasanya tdk terlalu memperdulikan Iman,
sekarang sering memperhatikan pemuda itu dgn lebih cermat. Beberapa kali sampai
anak muda itu merasa agak rikuh. Dari apa yg dilihatnya, ditambah cerita Yanti
beberapa hari yg lalu, Yuli mulai merasa tertarik. Membayangkan ‘barang
kepunyaan’ Iman, yg kata Yanti “aduh duh” itu membuat Yuli merasa sesuatu yg
aneh. Mungkin sebagai kompensasi atau karena gengsi sikapnya menjadi agak
dingin dan kaku terhadap Iman. Iman sendiri sampai merasa kurang enak dan
bertanya-tanya apa gerangan salahnya.
Pada suatu hari, setelah sekian minggu tdk menerima ‘nafkah
batin’nya, perasaan Yuli menjadi semakin tak tertahankan. Malam yg semakin
larut tdk berhasil membuatnya tertidur. Ia merasa membutuhkan sesuatu. Akhirnya
Yuli berdiri, diambilnya sebuah majalah bergambar dari dlm lemari dan pergilah
ia ke kamar Iman di loteng bagian belakang rumah. Pelan-pelan diketuknya pintu
kamar Iman.
Setelah diulangnya berkali-kali baru terdengar ada yg bangun
dari tempat tidur dan membuka pintu. Wajah Iman tampak kaget melihat Yuli telah
berdiri di depannya. Apalagi ketika wanita berkulit putih yg cantik itu
langsung memasuki ruangannya. Agak kebingungan Iman melilitkan selimut tipisnya
utk menutupi tubuh bagian bawahnya. Melihat tubuh Iman yg tdk berbaju itu Yuli
menelan air liurnya. Lalu dgn nada agak ketus ia berkata,
“Sana kamu mandi, jangan lupa gosok gigi.” Iman menatap
kebingungan,
“Sekarang bu?” Dgn nada kesal Yuli menegaskan,
‘Ia sekarang ,,, udah gitu aja nggak usah pake baju segala.” Tergopoh-gopoh Iman menuju ke kamar mandi, memenuhi permintaan Yuli.
“Sekarang bu?” Dgn nada kesal Yuli menegaskan,
‘Ia sekarang ,,, udah gitu aja nggak usah pake baju segala.” Tergopoh-gopoh Iman menuju ke kamar mandi, memenuhi permintaan Yuli.
Sementara Iman di kamar mandi Yuli duduk di kursi, sambil
me!ihat-lihat sekitar kamar Iman. Pikirnya dlm hati, “Bersih, rapih juga ini
anak.”
Kira-kira 10 atau 15 menit berselang Iman telah selesai.
“Maaf bu …,” katanya sambil memasuki ruangan.
Ia hanya mengenakan handuk yg melilit di pinggangnya.
“Saya pake baju dulu bu,” katanya sambil melangkah menuju
lemari pakaiannya. Dgn nada ketus Yuli berkata,
“Nggak usah. Kamu duduk aja di tempat tidur … Bukan, bukan duduk gitu, berbaring aja.” Lalu sambil melempar majalah yg dibawanya ia menyuruh Iman membacanya.
“Nggak usah. Kamu duduk aja di tempat tidur … Bukan, bukan duduk gitu, berbaring aja.” Lalu sambil melempar majalah yg dibawanya ia menyuruh Iman membacanya.
Sambil melangkah keluar Yuli sempat berkata
“Sebentar lagi saya kembali.” Dgn kikuk dan kuatir Iman mulai
membalik halaman demi halaman majalah porno di tangannya.
Tp ia tdk berani bertanya kepada Yuli, apa sebenarnya yg
wanita itu inginkan.
Setelah saat-saat yg menegangkan itu berlangsung beberapa
lama, Iman mulai terangsang juga melihat berbagai adegan senggama di majalah yg
berada di tangannya itu. Ia merasa ‘alat kejantanannya mengeras. Tiba-tiba
pintu kamar terbuka dan Yuli melangkah masuk. Iman berusaha bangkit, tp sambil
duduk di tepi pembaringan Yuli mendorong tubuhnya sampai tergeletak kembali. Tatapan
matanya dingin, sama sekali tdk ada senyuman di bibirnya. Tp tetap saja ia
terlihat cantik.
“Iman dengar kata-kata saya ya. Kamu saya minta melakukan
sesuatu, tp jangan sampai kamu cerita ke siapa-siapa. Mengerti?” Iman hanya
dapat mengangguk, walaupun ia masih merasa bingung.
Hampir ia menjerit ketika Yuli menyingkap handuknya terbuka.
Apalagi ketika tangannya yg halus itu memegang ‘barang kepunyaan’nya yg tadi
sdh tegang keras.
“Hmm ….. Besar juga ya punya kamu,” demikian Yuli menggumam.
Diteruskannya mengocok-ngocok ‘daging kemaluan’ Iman, dgn mata terpejam.
Pelan-pelan ketegangan Iman mulai sirna, dinikmatinya sensasi pengalamannya ini
dgn rasa pasrah.
Tiba-tiba Yuli berdiri dan langsung meloloskan daster yg
dikenakannya ke atas. Bagai patung pualam putih tubuhnya terlihat di mata Iman.
Walaupun lampu di kamar itu tdk begitu terang, Iman dapat menyaksikan keindahan
tubuh Yuli dgn jelas. Tertegun ia memandangi Yuli, sampai beberapa kali meneguk
air liurnya. Tdk lama kemudian Yuli naik ke tempat tidur, diambilnya posisi
mengangkangi Iman. Masih dgn nada ‘judes’ ia berkata …
“Yg akan saya lakukan ini bukan karena kamu, tp karena saya
mau balas dendam. Jadi jangan kamu berpikiran macam-macam ya.” Lalu
digenggamnya lagi ‘tonggak kejantanan” Iman dan diusap-usapkannya ‘bonggol
kepala’nya ke bibir ke’maluan’nya sendiri.
Terus menerus dilakukannya hal ini sampai ‘memek’nya mulai
basah. Lalu ditatapnya Iman dgn pandangan yg tajam. Katanya dgn suara ketus, …
“Jangan kamu berani-berani sentuh tubuh saya.” Setelah itu,
…
“Juga jangan sampe kamu keluar di ‘punyaan’ saya. Awas ya.” Lalu di-pas-kannya ‘ujung kemaluan’ Iman di ‘bibir liang kewanitaan’nya dan ditekannya tubuhnya ke bawah.
“Juga jangan sampe kamu keluar di ‘punyaan’ saya. Awas ya.” Lalu di-pas-kannya ‘ujung kemaluan’ Iman di ‘bibir liang kewanitaan’nya dan ditekannya tubuhnya ke bawah.
Pelan-pelan tp pasti ‘barang kepunyaan’ Iman menusuk masuk
ke ‘lubang kenikmatan’ Yuli. ‘Aduh … Ah … Man, besar amat sih” demikian Yuli
sempat merintih. Setelah ‘kemaluan’ Iman benar-benar masuk Yuli mulai
menggoyang pinggulnya. Suaranya sesekali mendesah keenakan.
Tdk lama kemudian dicapainya ‘orgasme’nya yg pertama. Hampir
seperti orang kesakitan suara Yuli mengerang-erang panjang.
“Aah … Aargh … Aah, aduh enaknya … ” Seperti orang lupa diri
Yuli mengungkapkan rasa puasnya dgn polos.
Tp ketika Yuli sadar bahwa kedua tangan Iman sedang
mengusapi pahanya yg putih mulus, ditepisnya dgn kasar.
“Tadi saya bilang apa …!” Iman ketakutan, …
“Maaf bu.” Lalu perintah Yuli lagi, …
“Angkat tangannya ke atas.” Iman menurutinya, katanya …
“Baik bu.” Begitu melihat bidang dada dan buluketiak Iman Yuli kembali terangsang.
“Maaf bu.” Lalu perintah Yuli lagi, …
“Angkat tangannya ke atas.” Iman menurutinya, katanya …
“Baik bu.” Begitu melihat bidang dada dan buluketiak Iman Yuli kembali terangsang.
Sekali lagi ia menggoyang pinggulnya dgn bersemangat, sampai
ia mencapai ‘orgasme’nya yg kedua. Setelah itu masih sekali lagi dicapainya
puncak kenikmatan, walaupun tdk sehebat sebelumnya. Iman sendiri sebetulnya
juga beberapa kali hampir keluar, tp karena tadi sdh di’wanti-wanti,’ maka
ditahannya dgn sekuat tenaga. Rupanya Yuli sdh merasa puas, karena dicabutnya
‘alat kejantanan’ Iman yg masih keras itu. Dikenakannya kembali dasternya. Sekarang
wajahnya terlihat jauh lebih lembut. Sebelum meninggalkan kamar Iman sempat ia
menunjukkan apresiasi-nya.
“Kamu hebat Man …” lalu sambungnya
“Lusa malam aku kemari lagi ya.” Setelah itu masih sempat ia berpesan, ….
“O iya, kamu terusin aja sekarang sama Yanti … Dia mau kok.” Iman hanya mengangguk, tanpa mengucapkan apa-apa.
“Lusa malam aku kemari lagi ya.” Setelah itu masih sempat ia berpesan, ….
“O iya, kamu terusin aja sekarang sama Yanti … Dia mau kok.” Iman hanya mengangguk, tanpa mengucapkan apa-apa.
Sampai lama Iman belum dapat tertidur lelap, membayangkan
kembali pengalaman yg baru saja berlalu. Kehilangan ke’perjaka’an tdk membuat
Iman merasa sedih. Malah ada rasa bangga bahwa seorang wanita cantik dari
kalangan berpunya seperti Yuli telah memilih dirinya.
Sesuai pesannya dua malam kemudian Yuli datang lagi ke kamar
Iman. Kali ini pemuda itu sdh betul-betul menyiapkan dirinya. Jadi Yuli tinggal
menaiki tubuhnya dan menikmati ‘alat kejantanan’nya yg keras itu. Walaupun
suaranya masih ketus meminta Iman utk sama-sekali tdk menyentuh tubuhnya, kali
ini Yuli sampai meremas-remas dada dan pinggul Iman ketika mencapai
‘orgasme’nya. Bahkan tdk lupa wanita cantik itu sempat memuji pemuda yg
beruntung itu. Katanya, …
“Man, Pariman, kamu hebat sekali. Selama kawin aku belum
pernah sepuas sekarang ini. Terma kasih ya.” Iman hanya menjawab terbata-bata,
…
“Saya … Saya … seneng … Hm … Bisa nyenengin bu Yuli.” Sambil membuka pintu kamar Yuli berpesan.
“Saya … Saya … seneng … Hm … Bisa nyenengin bu Yuli.” Sambil membuka pintu kamar Yuli berpesan.
Katanya, ….
“Iya Man, tp jangan bosen ya.” Lalu tambahnya lagi, …
“Udah, sekarang kamu terusin sama Yanti sana. Aku mau tidur dulu ya.”
“Udah, sekarang kamu terusin sama Yanti sana. Aku mau tidur dulu ya.”
Dua malam kemudian kembali Yuli menyambangi kamar Iman.
Kebetulan tanpa penjelasan apapun siangnya ia sempat meminta pemuda itu utk
mengganti seprei ranjang dan sarung bantalnya.
“Man … Kamu capek nggak? Yuli bertanya dgn lembut. Rupanya
berkali-kali dipuaskan pemuda itu membuatnya sikapnya lebih ramah. Iman
tersenyum, …
“Nggak kok bu. Saya siap dan seneng aja melayani ibu.” Tanpa malu-malu langsung Yuli melepaskan daster-nya.
“Nggak kok bu. Saya siap dan seneng aja melayani ibu.” Tanpa malu-malu langsung Yuli melepaskan daster-nya.
Setelah itu dilorotnya kain sarung Iman. Dgn takjub ia
memandangi kepunyaan lelaki itu. Tanpa sadar sempat ia memuji, …
“Aduh Man, udah besar amat sih kepunyaanmu.” Lalu sambil
mengocok-ngocoknya Yuli sempat berkata, …
“Hmmm Man, keras lagi.” Lalu sambil membaringkan tubuhnya ia meminta, …
“Kamu dari atas ya Man. Aku mau coba di bawah.” Langsung Iman memposisikan ‘kemaluan’nya di antara celah paha Yuli.
“Hmmm Man, keras lagi.” Lalu sambil membaringkan tubuhnya ia meminta, …
“Kamu dari atas ya Man. Aku mau coba di bawah.” Langsung Iman memposisikan ‘kemaluan’nya di antara celah paha Yuli.
Lelaki muda itu betul-betul terangsang melihat kemolekan
nyonya muda yg sedang marah kepada suaminya itu. Tdk pernah terbayang
sebelumnya bahwa ia boleh mencicipi tubuh yg seputih dan semulus ini. Apalagi
Yuli sekarang tdk lagi judes dan ketus seperti pada malam-malam sebelumnya,
sehingga semakin tampak saja kecantikannya. Sempat terpikir oleh pemuda itu
mungkin judes dan ketusnya dulu itu hanya utk mengatasi rasa malu dan gengsinya
saja.
“Man …” Yuli memanggilnya lembut, setengah berbisik.
“Iya bu …”
“Kamu gesek-gesek punyaanmu ke punyaanku dulu ya. Terus masukinnya nanti pelan-pelan.” Diikutinya permintaan Yuli, digesek-geseknya ‘bibir kemaluan’ Yuli dgn ‘ujung kejantanannya.’ Yuli mendesah kegelian, hingga membuat Iman lupa diri. Tangannya mulai mengusap-usap paha dan perut Yuli.
“Iya bu …”
“Kamu gesek-gesek punyaanmu ke punyaanku dulu ya. Terus masukinnya nanti pelan-pelan.” Diikutinya permintaan Yuli, digesek-geseknya ‘bibir kemaluan’ Yuli dgn ‘ujung kejantanannya.’ Yuli mendesah kegelian, hingga membuat Iman lupa diri. Tangannya mulai mengusap-usap paha dan perut Yuli.
Tp wanita cantik itu menepis tangannya.
“Jangan sentuh tubuhku, jangan ….” serunya tegas.
Iman segera berhenti, ditariknya tangannya. Tdk berapa lama
kemudian terdengar Yuli meminta.
“Man, masukin pelan-pelan Man. Tp ingat … Jangan sampai keluar di dlm ya.” Pelan-pelan Iman mendorong ‘batang keras’nya memasuki ‘liang kenikmatan’ Yuli.
“Man, masukin pelan-pelan Man. Tp ingat … Jangan sampai keluar di dlm ya.” Pelan-pelan Iman mendorong ‘batang keras’nya memasuki ‘liang kenikmatan’ Yuli.
Perlahan tp pasti, sedikit demi sedikit, ‘tombak
kejantanan’nya menerobos masuk. Yuli terus mendesah keenakan.
“Maaf bu, saya mohon ijin memegang paha ibu, supaya punya
ibu lebih kebuka.” Akhirnya Iman memberanikan diri meminta. Dgn terpaksa Yuli
mengijinkan, …
“Iya deh. Tp bagian bawahnya aja ya.” Begitu diberi ijin Iman langsung melakukannya.
“Iya deh. Tp bagian bawahnya aja ya.” Begitu diberi ijin Iman langsung melakukannya.
Walaupun tubuhnya tegak, karena kuatir menetesi tubuh Yuli
dgn keringatnya, ia dapat menghunjamkan ‘barang kepunyaan’nya masuk lebih jauh.
“Ah Man, nikmat sekali.” Yuli berseru keenakan.
Langsung Iman menggoyangkan pinggulnya, ke kanan dan ke
kiri, mundur dan maju. Yuli terus mendesah keenakan, semakin lama semakin
keras. Pada puncaknya ia menjerit lembut dan mengerang panjang. “Aduh Man, aku
udah. Aduh enak sekali. Aaah, Maaan …. Aaah!”
Sementara beristirahat Iman menarik keluar ‘batang
kemaluan’nya dan melapnya dgn handuk. Dgn tatapan penuh hasrat Yuli memandangi
‘kemaluan’ Iman yg tetap kaku dan keras. Pada ‘ronde’ berikutnya Iman yg
bertindak mengambil inisiatif.
“Maaf bu …” katanya sambil kedua tangannya mendorong paha
mulus Yuli hingga terbuka lebar.
Yuli hanya mengangguk lemah, sikapnya pasrah. Rupanya rasa
gengsi atau angkuhnya sdh mulai sirna di hadapan pemuda pejantannya. Ditatapnya
wajah Iman dgn seksama. Sekarang baru ia sadar bahwa Iman bukan hanya jantan,
tp juga lumayan ganteng. Begitu berhasil menembus ‘liang kemaluan’ Yuli, yg
merah merangsang itu, Iman mulai beraksi. Sekali lagi goyangannya berakhir dgn
kepuasan Yuli. … setelah itu sekali lagi …
Yuli tergolek lemah. Dibiarkannya Iman memandangi tubuhnya
yg terbaring tanpa busana. Mungkin karena itulah ‘alat kejantanan’ Iman, yg
memang belum ber-‘ejakulasi,’ tetap berada dlm keadaan tegang.
“Man … ” suara Yuli terdengar memecah keheningan.
“Kamu kok hebat sekali sih? Udah sering ya?” Iman menggelengkan kepalanya.
“Belum pernah bu. Baru sekali ini saya melakukan. Sama ibu ini aja.” Dgn heran Yuli menatapnya, lalu tersenyum karena teringat sesuatu.
“Kamu kok hebat sekali sih? Udah sering ya?” Iman menggelengkan kepalanya.
“Belum pernah bu. Baru sekali ini saya melakukan. Sama ibu ini aja.” Dgn heran Yuli menatapnya, lalu tersenyum karena teringat sesuatu.
Tanyanya langsung, …
“Tp udah dikeluarin sama Yanti kan?” Jawab Iman, …
“Belum kok bu.” Semakin heran Yuli. “Lho yg kemarin-kemarin itu? Kan udah saya kasih ijin.” Dgn polos Iman menjawab, …
“Iya bu, tp saya nggak kepengen.” Yuli penasaran, …
“Lho kenapa?” Dgn polos Iman menjawab, …
“Abis barusan sama ibu yg cantik, masa’ disambung sama mbak Yanti. Rasanya kok eman-eman ya bu.”
“Jadi selama ini kamu tahan aja?” Jawab Iman, …
“Iya bu, menurut saya kok sayang.” Entah bagaimana Yuli merasa senang mendengar jawaban Iman
“Belum kok bu.” Semakin heran Yuli. “Lho yg kemarin-kemarin itu? Kan udah saya kasih ijin.” Dgn polos Iman menjawab, …
“Iya bu, tp saya nggak kepengen.” Yuli penasaran, …
“Lho kenapa?” Dgn polos Iman menjawab, …
“Abis barusan sama ibu yg cantik, masa’ disambung sama mbak Yanti. Rasanya kok eman-eman ya bu.”
“Jadi selama ini kamu tahan aja?” Jawab Iman, …
“Iya bu, menurut saya kok sayang.” Entah bagaimana Yuli merasa senang mendengar jawaban Iman
.
Ada rasa hangat di hatinya.
“Ah sayang aku udah puas. Mana besok mens lagi …” Tp ada
rasa kasihan juga yg membersit di hatinya.
Hebat juga pengorbanan Iman, yg lahir dari penghargaan
kepadanya itu. Akhirnya ia mengambil keputusan …
“Sini Man, sekarang kamu yg baring di sini.” Kata Yuli
sambil bangun dari posisinya semula.
Iman menatapnya dgn pandangan bertanya, tp diikutinya
permintaan majikannya. Yuli segera membersihkan ‘barang kepunyaan’ Iman dgn
handuk. Karena dipegang-pegang ‘daging berurat’ milik Iman kembali mengeras
penuh. Sambil duduk di tepi ranjang Yuli mulai mengelus-elusnya. Sempat ia
berdecak kagum menyaksikan kekokohan dan kerasnya. Dirasakannya ukuran ‘daging
keras’ Iman yg besar, ketika berada dlm genggaman tangannya. Keenakan Iman,
hingga matanya sesekali terpejam. Bibirnya juga mendesis, bahkan sesekali
mengerang. Tangan kanannya di tempatkannya di bawah kepalanya.
Tangan kirinya mengusap-usap lengan Yuli yg sedang
mengocok-ngocok ‘barang kepunyaan’nya. Kali ini Yuli membiarkan apa yg pemuda
itu ingin lakukan. Setelah beberapa saat berlalu Iman mulai mendekati puncak
pengalamannya.
“Bu, saya hampir bu” Lalu lanjutnya lagi,
“Awas bu, awas kena, saya udah hampir.” Yuli hanya tersenyum. Katanya,
“Lepas aja Man, nggak apa-apa kok.” Setelah berusaha menahan, demi memperpanjang kenikmatan yg dirasanya, akhirnya Iman terpaksa menyerah.
“Aduh bu aduuuh aaah …” Cairan kental ‘muncrat’ terlontar berkali-kali dari ‘daging keras’nya, yg terus dikocok-kocok Yuli.
“Awas bu, awas kena, saya udah hampir.” Yuli hanya tersenyum. Katanya,
“Lepas aja Man, nggak apa-apa kok.” Setelah berusaha menahan, demi memperpanjang kenikmatan yg dirasanya, akhirnya Iman terpaksa menyerah.
“Aduh bu aduuuh aaah …” Cairan kental ‘muncrat’ terlontar berkali-kali dari ‘daging keras’nya, yg terus dikocok-kocok Yuli.
Tanpa sadar kedua tangan Iman mencengkeram lengan Yuli dan
menariknya. Tubuh wanita itu tertarik mendoyong ke atas tubuh Iman. Akibatnya
cairan kental Iman juga tersembur ke dada dan perutnya. Tp Yuli membiarkannya
saja, seakan-akan menyukainya. Setelah ‘air mani’nya terkuras habis baru Iman
sadar atas perbuatannya.
“Maaf bu, saya tdk sengaja …” Matanya terlihat kuatir.
Yuli hanya tersenyum,
“Nggak apa-apa kok Man.” Lalu sambungnya, …
“Aduh Man, kentelnya punyaan kamu. Banyak amat sih muatannya. .” Iman bernafas lega, apalagi ketika dilihatnya Yuli melap badannya sendiri, lalu setelah itu badan dan ‘batang terkulai’ miliknya dgn handuk.
“Aduh Man, kentelnya punyaan kamu. Banyak amat sih muatannya. .” Iman bernafas lega, apalagi ketika dilihatnya Yuli melap badannya sendiri, lalu setelah itu badan dan ‘batang terkulai’ miliknya dgn handuk.
Sambil bangkit berdiri Yuli mengenakan dasternya. Lalu ia
berdiri di depan Iman yg masih duduk di tepi pembaringan.
“Menurut kamu aku cantik nggak Man?” Tanyanya kepada pemuda
itu.
“Cantik dong bu, cantik sekali.” Sambil mengelus pipi Iman ia bertanya lagi, …
“Kamu bisa nggak sementara nahan dulu?” Iman terlihat kecewa,
“Berapa hari bu?” Tersenyum manis Yuli menjwab,
“Yah, sekitar 5-6 hari deh.” Iman mengangguk tanda mengerti dan menatapnya dgn pandangan sayang. Yuli membungkuk dan meremas ‘batang kemaluan’ Iman yg masih lumayan keras.
“Punya kamu yg besar ini simpan baik-baik ya buat aku.” Lalu dgn gayanya yg manis ‘kemayu’ ia membuka pintu dan melangkah keluar.
“Cantik dong bu, cantik sekali.” Sambil mengelus pipi Iman ia bertanya lagi, …
“Kamu bisa nggak sementara nahan dulu?” Iman terlihat kecewa,
“Berapa hari bu?” Tersenyum manis Yuli menjwab,
“Yah, sekitar 5-6 hari deh.” Iman mengangguk tanda mengerti dan menatapnya dgn pandangan sayang. Yuli membungkuk dan meremas ‘batang kemaluan’ Iman yg masih lumayan keras.
“Punya kamu yg besar ini simpan baik-baik ya buat aku.” Lalu dgn gayanya yg manis ‘kemayu’ ia membuka pintu dan melangkah keluar.
Sementara berlangsungnya masa penantian cukup banyak
perubahan yg terjadi. Iman sekarang nampak lebih baik penampilannya daripada
waktu-waktu sebelumnya. Rambutnya ia cukur rapi dan pakaian yg dikenakannya
selalu bersih. Ia sendiri tampak semakin PD atau percaya diri, kalaupun
sikapnya kepada Yuli tetap sopan dan santun. Apalagi ia yg dulu-dulu tdk pernah
dipandang sebelah mata, oleh nyonyanya, sekarang sering diajak mengobrol atau
menonton TV.
Semua ini tentu saja menimbulkan tanda-tanya, terutama dari
orang-orang seperti Yanti. Apalagi Yuli sering tanpa sadar membicarakan tentang
Iman, dgn nada yg memuji. Di waktu malam Yuli kadang-kadang terlihat melamun
sendiri. Tp rupanya bukan memikirkan tentang suaminya yg lama bertugas ke luar
Jawa. Ia malah sedang merindukan orang yg dekat-dekat saja.
Setelah selesai masa menstruasi-nya Yuli masih menunggu dua
hari lagi, setelah itu baru ia merasa siap. Sore itu ketika berpapasan dgn Iman
ia memanggilnya.
“Shst sini Man.” Iman menghampirinya, …
“Ada apa bu?” Dgn berseri-seri Yuli menjelaskan, …
“Nanti malam ya.” Iman merasa senang.
“Udah bu? Kalau begitu saya tunggu di kamar saya ya bu. Nanti saya beresin.” Tp kata Yuli, …
“Ah jangan, kamu aja yg ke kamarku. Jam 11-an ya?” Sambil melangkah pergi dgn tersenyum Iman mengiyakan.
“Ada apa bu?” Dgn berseri-seri Yuli menjelaskan, …
“Nanti malam ya.” Iman merasa senang.
“Udah bu? Kalau begitu saya tunggu di kamar saya ya bu. Nanti saya beresin.” Tp kata Yuli, …
“Ah jangan, kamu aja yg ke kamarku. Jam 11-an ya?” Sambil melangkah pergi dgn tersenyum Iman mengiyakan.
Yuli benar-benar ingin tampil cantik. Dibasuhnya tubuhnya
dgn sabun wangi merk ‘channel.’ Tdk lupa dikeramasnya juga rambutnya yg hitam,
panjang dan lebat itu. Lalu dikenakannya gaun malam yg paling ‘sexy,’ yg
terbuka punggung dan lengannya. Sengaja tdk dipakainya ‘bra.’ Setelah itu masih
dibubuhinya tubuhnya dgn ‘perfume’ dan sedikit kosmetik. Begitu juga dgn Iman.
Setelah mandi dan keramas dipakainya ‘deodorant’ dan ‘cologne’ pemberian Yuli.
Jam sebelas kurang sdh diketuknya pintu ruang tidur utama, yaitu kamar Yuli.
Yuli membuka pintu dan menggandeng tangan Iman. Pemuda itu
tertegun menyaksikan kecantikan wanita yg berkulit putih itu. Yuli mengajak
Iman duduk di tepi ranjang. Ditatapnya mata pemuda itu yg balik menatapnya dgn
rasa kagum. Yuli tersenyum.
“Malam ini kamu hanya boleh manggil aku Yuli atau sayang.
Mau kan?” Iman mengangguk sambil menelan ludah.
Kata Yuli lagi, …
“Malam ini ini kamu boleh memegang saya dan melakukan apa
aja yg kamu mau.” Agak gugup Iman menjawab, …
“Eng … Terima kasih … Eng … Sayang. Kamu kok baik sekali. Kenapa? Saya ini orang yg nggak punya apa-apa dan nggak bisa ngasih apa-apa.” Yuli merangkulkan tangannya ke leher Iman dan menidurkan kepalanya di bahu iman.
“Kamu salah Man. Kamu itu laki-laki yg bisa memberi saya kepuasan yg total. Sejak kawin saya belum pernah mengalami seperti yg saya dapat dari kamu.” Lalu sambil tersenyum Yuli meminta, …
“Sini Yg, cium aku.” Iman mendekatkan bibirnya ke bibir Yuli, lalu menciumnya.
“Eng … Terima kasih … Eng … Sayang. Kamu kok baik sekali. Kenapa? Saya ini orang yg nggak punya apa-apa dan nggak bisa ngasih apa-apa.” Yuli merangkulkan tangannya ke leher Iman dan menidurkan kepalanya di bahu iman.
“Kamu salah Man. Kamu itu laki-laki yg bisa memberi saya kepuasan yg total. Sejak kawin saya belum pernah mengalami seperti yg saya dapat dari kamu.” Lalu sambil tersenyum Yuli meminta, …
“Sini Yg, cium aku.” Iman mendekatkan bibirnya ke bibir Yuli, lalu menciumnya.
Tp karena kurang berpengalaman akhirnya Yuli yg lebih agresif,
baru kemudian Iman mengikuti secara lebih aktif. Kedua bibir itu akhirnya
saling berpagutan dgn penuh semangat.
Dgn penuh gairah Yuli melepas baju Iman. Sebaliknya Iman
agak malu-malu pada awalnya, tp akhirnya menjadi semakin berani. Dilepasnya
gaun malam Yuli, sambil diciuminya lehernya yg ramping, panjang dan molek itu.
Dgn gemas tangannya meremas buah dada Yuli yg ranum. Karena Yuli membiarkan
saja akhirnya ia berani menciumi, lalu mengulum puting buah dada yg indah itu.
Yuli kegelian. Tangannya mengusap-usap tonjolan di celana Iman.
Kemudian dibukanya ‘ruitslijting’ celananya. Tangannya
menguak celana dlm Iman dan masuk utk menggenggam ‘batang kemaluan’nya yg telah
mengeras. Tangan Iman juga langsung melepas celana dlm Yuli, kemudian langsung
ditaruhnya tangannya di celah paha Yuli. Wanita cantik itu mengerang nikmat,
rupanya sebelum dgn Iman rasanya cukup lama juga ‘milik berharga’nya itu tdk
disentuh tangan lelaki. Kemudian Yuli berlutut di depan Iman, hingga membuat
pemuda itu merasa jengah. Ditariknya celana panjang Iman, sampai lepas. Lalu
dimintanya Iman berbaring di tempat tidur.
Iman sempat merasa agak kikuk, tp gairah Yuli segera
membuatnya merasa nyaman. Dipeluknya wanita itu dikecup-kecupnya lengan, dada,
perut, bahkan pahanya. Karena kegelian Yuli mendorong dada Iman hingga sampai
terbaring. Sekarang gantian ia yg menciumi tubuh pemuda itu. Dgn mantap
dilorotnya celana dlm Iman hingga terlepas. Cepat digenggamnya ‘batang
kemaluan’ Iman yg sdh tegang keras berdenyut-denyut.
“Man, Iman, besarnya punya kamu. Keras lagi …” Iman
tersenyum, …
“Abis kamu cantik sih Yg.” Sambil mengocok-ngocok ‘kemaluan’ Iman dgn manja Yuli berkata, …
“Rasanya aku gemes deh Man.” Iman tersenyum nakal, entah apa yg ada dipikirannya.
“Abis kamu cantik sih Yg.” Sambil mengocok-ngocok ‘kemaluan’ Iman dgn manja Yuli berkata, …
“Rasanya aku gemes deh Man.” Iman tersenyum nakal, entah apa yg ada dipikirannya.
Ia hanya menanggapi singkat, …
“Kalau gemes gimana dong Yg?” Yuli tersenyum manis.
Tiba-tiba diciuminya ‘kemaluan’ Iman, hingga membuat pemuda
itu terkejut. Dgn tatapan heran, tp senang, dilihatnya Yuli kemudian menjilati
‘alat kejantanan’nya. Mulai dari ‘bonggol kepala,’ terus sepanjang ‘batang’nya,
bahkan sampai ke ‘kantung buah zakar’nya. Ketika Yuli mengulum ‘kemaluan’nya di
mulutnya Iman mengerang keenakan.
“Aduh sayang, aduh enak sekali … Ah enaknya.”
Akhirnya Iman tdk tahan lagi. Ditariknya Yuli dgn lembut
lalu dibaringkannya terlentang. Didorongnya kedua paha Yuli hingga terbuka
lebar. Masih sempat diciumi dan dijilatinya tubuh Yuli bagian atas, termasuk
mengemut puting buah dadanya seperti bayi yg lapar. Lalu pelan-pelan
didorongnya ‘alat kejantanan’nya masuk, menguak bibir ‘memek’ Yuli yg ranum,
menyusuri liang kenikmatannya.
“Pelan-pelan Man, … Punya kamu terasa besar amat sih malam
ini, … Aah …” Yuli mengerang keenakan.
Akhirnya dgn sentakan terakhir Iman menghunjamkan ‘batang
kemaluan’nya yg besar itu masuk. Begitu ia menggoyang pinggulnya Yuli langsung
mendesah. Rasanya nikmat sekali digagahi pemuda yg penuh vitalitas dan enerji
ini. Iman terus menggerakkan ‘alat kejantanan’nya maju mundur, hingga membuat
Yuli mendesah dgn tanpa henti. Akibat gaya Iman yg agresif ini Yuli tdk mampu
menahan dirinya lebih dari 10 menit. Ia merasa seperti dilambungkan tinggi,
sewaktu dicapainya puncak ‘orgasme’nya yg pertama.
“Aduh Man, aduh, aku sayang kamu …. Aaah” Erangan panjang
keluar dari bibir Yuli.
Tp Iman ternyata masih kuat. Diteruskannya gerakan
maju-mundur dgn pinggulnya. Akibatnya sensasi nikmat Yuli, yg tadi hampir
mereda, mulai meningkat lagi. Lima belas menit atau dua puluh menit berlalu
sampai terdengar lagi jeritan Yuli.
“Man … Pariman … Yg … Aku lagi … Yg … Aaah … Aaah” Sekali
inipun Iman merasa sdh hampir tiba di ujung daya tahannya.
“Yuli … Sayang, saya hampir …. Boleh?” Dgn nafas tersengal-sengal Yuli memintanya, …
“Iya Man, lepas sekarang Man …” Segera Iman mendorong dgn hentakan-hentakan keras.
“Yuli … Sayang … Aaah” Begitu Iman menyemburkan ‘sperma’nya ke dlm ‘memek’ Yuli, ujung kepala kemaluannya berdenyut-denyut.
“Yuli … Sayang, saya hampir …. Boleh?” Dgn nafas tersengal-sengal Yuli memintanya, …
“Iya Man, lepas sekarang Man …” Segera Iman mendorong dgn hentakan-hentakan keras.
“Yuli … Sayang … Aaah” Begitu Iman menyemburkan ‘sperma’nya ke dlm ‘memek’ Yuli, ujung kepala kemaluannya berdenyut-denyut.
Akibatnya Yuli kembali merasa kegelian yg nikmat.
“Man aduh Man aduh …”
Yuli terkulai lemah.
“Peluk aku dong Yank …” Disusupkannya kepalanya di ketiak
Iman.
Tangannya mengusap-usap dadanya yg berkeringat.
“Kamu puas Man …?” Tanya Yuli kepada Iman.
“Puas Sayang, puas sekali” Dlm keheningan malam mereka berdua terbaring saling berpelukan, sampai Iman merasa tenaganya pulih.
“Puas Sayang, puas sekali” Dlm keheningan malam mereka berdua terbaring saling berpelukan, sampai Iman merasa tenaganya pulih.
Sekali lagi ia minta dilayani. Walaupun Yuli sdh merasa
cukup, dipenuhinya kemauan pejantan mudanya itu. Dgn kagum dirasakannya
bagaimana sekali lagi ia dipuaskan oleh birahi Iman. Akhirnya baru menjelang
subuh Iman beranjak pergi utk kembali ke kamarnya.
0 komentar:
Posting Komentar